Kisah Bu Vita adalah kisah yang sangat dekat dengan kita semua—menjalani berbagai tuntutan pekerjaan, keluarga, dan segala hal di antaranya.
Seperti kebanyakan dari kita, beliau mencurahkan diri untuk merawat orang lain, selalu memastikan semua orang di sekitarnya bahagia, sehat, dan sejahtera. Namun di tengah kesibukan itu semua, ada yang tidak beres. Beliau mulai merasakan kelelahan yang menggerogoti, stres yang menumpuk. Seperti kebanyakan dari kita, beliau mengabaikannya, berpikir bahwa ini hanyalah bagian dari kehidupan, bagian dari harus kuat demi orang-orang yang dicintai.
Kesadaran yang datang bukan hanya sekadar momen refleksi, melainkan sebuah krisis. Dia mulai menyadari bahwa dengan terus menerus memprioritaskan orang lain, kesehatannya sendiri semakin terabaikan. Kelelahan yang dirasakannya bukan hanya mental, tetapi juga fisik, yang mulai mempengaruhi jantung, energi, dan sistem kekebalannya. Tubuhnya diam-diam berjuang, mengirimkan sinyal yang semakin sulit untuk diabaikan. Rasa takut akan tidak bisa merawat orang-orang yang sangat dia cintai, orang-orang yang selalu dia perjuangkan, semakin menghantui pikirannya.
Saat itulah beliau memutuskan untuk mengambil kendali—bukan hanya untuk dirinya, tapi untuk semua orang yang bergantung padanya.
Perjalanan Bu Vita adalah tentang menemukan kembali keseimbangan. Beliau berpaling pada alam, riset, dan sains untuk menciptakan sesuatu yang tidak sekadar mengatasi gejala tetapi mendukung tubuh sesuai dengan fungsi alaminya. Beliau menginginkan solusi yang sederhana, aman, dan efektif. Dan begitulah TEONE lahir.
Teone bukan sekadar produk bagi beliau—ini adalah penyelamat, cara untuk memulihkan kesehatan dan energinya agar bisa tetap ada untuk orang-orang yang dicintainya. Bukan tentang solusi instan atau menutupi gejala. Ini tentang memahami hubungan yang lebih dalam antara tubuh, pikiran, dan kesehatan secara menyeluruh, dan memberikan apa yang dibutuhkan tubuh untuk pulih dan berkembang secara alami.
Kini, Bu Vita berbagi perjalanan ini dengan orang lain, membantu mereka yang seperti dirinya untuk merebut kembali kesehatan mereka. Beliau memahami pengorbanan, tekanan, dan keinginan untuk mendahulukan orang lain. Tapi beliau juga tahu dari pengalaman bahwa kita tidak bisa memberi dari cangkir yang kosong. Dengan mengutamakan diri sendiri—dengan merawat kesehatannya sendiri—beliau menjadi lebih kuat, lebih tangguh, dan lebih hadir untuk orang-orang yang dicintainya.